Kamis, Maret 03, 2011

Sultan Abu Al-Mufakhir Mahmud Abdul Kadir

Setelah Maulana Muhammad meninggal dunia, maka penggantinya dinobatkan kepada anaknya yang baru berusia 5 bulan yakni Abu'l Mufakhir. Karena Abu'l Mufakhir masih kecil, roda pemerintahan kembali dipegang sementara oleh Mangkubumi Jayanagara sebagai wali. Mangkubumi Jayanagara ini pulalah yang pernah menjadi wali Maulana Muhammad, sehingga kesetiaannya pada Banten tidak perlu diragukan lagi.
Mangkubumi Jayanagara adalah seorang tua yang lemah lembut dan luas pengalamannya dalam hal pemerintahan. Dalam setiap pengambilan keputusan penting, Beliau selalu bermusyawarah dengan pembesar lainnya terutama dengan seorang wanita tua bijaksana yang juga ditunjuk sebagai pengasuh sultan muda, yang bernama Nyai Emban Rangkun. (Djayadiningrat, 1983:169).
Dalam masa pemerintahannya, Banten banyak mendapat kemajuan terutama dalam bidang perdagangan. Pada masanya pulalah kapal dagang Belanda yang pertama berlabuh di pelabuhan Banten. Mangkubumi Jayanagara meninggal pada tahun 1602 yang kemudian digantikan oleh adiknya. (Hamka, 1982:85). Tetapi tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 17 November 1602 dia dipecat dari jabatannya karena melakukan hal yang dianggap tidak baik. (Djayadiningrat, 1983:170). Rupanya, karena perpecahan dan iri hati satu sama lain diantara pangeran, maka diputuskannya untuk tidak mengangkat Mangkubumi baru. Untuk itu perwalian diserahkan kepada ibunda sultan yaitu Nyai Gede Wanagiri.
Tidak lama kemudian Nyai Gede Wanagiri menikah dengan seorang bangsawan keluarga istana. Dan atas desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai Mangkubumi. Tapi sayang, Mangkubumi yang baru ini selain tidak mempunyai wibawa, dia juga banyak menerima suap dari pedagang-pedagang asing. Situasi ini sangat merugikan negara dan rakyat pun menderita demikian juga bahaya bangsa asing telah meliputi seluruh Banten.
Keributan-keributan pun sering terjadi akibat ketidak puasan dari sebagian besar pejabat istana. Dan rupanya kejadian ini sudah berlangsung sejak Maulana Muhammad masih hidup. Setelah Sultan meninggal dunia, keributan-keributan pun sering terjadi karena banyaknya pangeran yang mulai bertindak sendiri-sendiri. Diperparah kurang perhatiannya Mangkubumi akan hal itu, karena sibuk mengurus pedagang-pedagang Belanda yang kadang menimbulkan keributan dengan anak negeri, maupun dengan pedagang dari Inggris dan Portugis. Kekacauan ini berlangsung lama, sehingga pada bulan Oktober 1604 terjadilah pertengkaran hebat.
Setelah suami ibu sultan diangkat menjadi Mangkubumi, Beliau mendidik sultan muda dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Hampir setiap saat dan dimana saja sultan muda tidak lepas dari pangkuannya. Hal ini mengundang kecurigaan dan irihati dari beberapa pangeran dan bangsawan lainnya, dan akhirnya timbul aksi penghianatan yang mengakibatkan terbunuhnya Patih Mangkubumi.
Setelah Patih Mangkubumi meninggal dunia, diangkatlah Pangeran Arya Ranamanggala sebagai wali penggantinya. Kejadian terbunuhnya Patih Mangkubumi ini tidak lepas dari terjadinya perang saudara yang dikenal dengan nama Pailir, yaitu perang saudara yang sangat mengerikan yang terjadi di hilir sungai. Atau juga karena banyaknya mayat pemberontak yang dihanyutkan ke sungai. Adapun tahun terjadinya disebut sangsakala Tanpa Guna Tataning Prang atau tahun 1530 Saka atau sekitar tanggal 8 Maret 1608 sampai tanggal 26 Maret 1609. (DJAJADININGRAT,1983:43-46 dan 169-179).

Sumber : Catatan Masa Lalu Banten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar