Jumat, Maret 18, 2011

Cara menghilangkan warna background posting

Sekedar ingin berbagi dengan blogger pemula lainnya, tentang cara menghilangkan warna background pada area postingan dan tulisan kita terlihat seperti menempel langsung pada background template. Sehingga background template kita tidak lagi terhalang oleh area
postingan kita yang warna backgroundnya berbeda. Sayang kan kalo gambar background yang kita sukai jadi terhalang oleh area tersebut...
Setelah otak ini berputar selama beberapa hari, akhirnya cara itu saya dapatkan, dan ternyata sangatlah mudah...jadi jangan takut salah yaa...
Sebagai hasilnya lihat saja di blog saya ini.
Oke langsung saja...
1. Login ke dasbor
2. Klik Rancangan
3. Klik Edit HTML, biasakan download dulu seluruh template kamu lalu beri tanda centang pada expand widget template, untuk menjaga kalo-kalo ada kesalahan pada pengeditan template kita.
4. Langkah selanjutnya cari kode dibawah ini :

<Variable name="post.background.color" description="Post Background" type="color" default="#ffffff" value="#1c1c1c"/>

5. Kalo sudah ketemu, lalu ganti kode warna pada default dan value seperti contoh kode warna ini : "#ffffff" dan "#1c1c1c" menjadi "transparent"

(Kode-kode warna ini mungkin berbeda dengan kode warna pada template anda).

6. Simpan template baru anda dan lihat tampilan blog anda sekarang.

Ini seperti terlihat mudah bagi yang sudah mengerti kode-kode HTML, tapi buat yang masih awam tentang HTML, mungkin membutuhkan waktu berhari-hari untuk bisa memecahkannya. Yaa contohnya seperti saya ini...

*Sebagai Catatan :
Karena saya bukan ahlinya dalam bidang edit mengedit template, jadi kalo ada yang salah resiko ditanggung sendiri...

Jumat, Maret 04, 2011

Belajar HTML/JavaScript

Sekedar untuk memberi informasi buat yang ingin mempelajari HTML/JavaScript, meskipun sudah banyak blog-blog lain yang memposting tentang hal ini, tapi tidak ada salahnya kalo saya mencoba mempostingnya juga, yaa...itung-itung berbagi ilmu meskipun saya juga kurang begitu mengerti tentang HTML/JavaScript ini.... tapi marilah kita belajar bersama-sama karena dalam agama pun diwajibkan bagi kita untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya...betul tidak??

Untuk mempelajari HTML/JavaScript, anda tinggal mengunjungi situs-situs dibawah ini..

http://www.w3schools.com

http://builder.yaml.de

http://www.php.net

http://skycsstool.sourceforge.net

Nah...sekarang tinggal kita ada niat untuk mempelajarinya. Yukk kita belajar...!!!

Kamis, Maret 03, 2011

Perang Pailir Ke-2

Perang Pailir Ke-2

Perang Pailir Ke-2

Perang Pailir Ke-2

Perang Pailir

Perang Pailir

Pertengkaran Hebat

Pertengkaran hebat

Sultan Abu Al-Mufakhir Mahmud Abdul Kadir

Setelah Maulana Muhammad meninggal dunia, maka penggantinya dinobatkan kepada anaknya yang baru berusia 5 bulan yakni Abu'l Mufakhir. Karena Abu'l Mufakhir masih kecil, roda pemerintahan kembali dipegang sementara oleh Mangkubumi Jayanagara sebagai wali. Mangkubumi Jayanagara ini pulalah yang pernah menjadi wali Maulana Muhammad, sehingga kesetiaannya pada Banten tidak perlu diragukan lagi.
Mangkubumi Jayanagara adalah seorang tua yang lemah lembut dan luas pengalamannya dalam hal pemerintahan. Dalam setiap pengambilan keputusan penting, Beliau selalu bermusyawarah dengan pembesar lainnya terutama dengan seorang wanita tua bijaksana yang juga ditunjuk sebagai pengasuh sultan muda, yang bernama Nyai Emban Rangkun. (Djayadiningrat, 1983:169).
Dalam masa pemerintahannya, Banten banyak mendapat kemajuan terutama dalam bidang perdagangan. Pada masanya pulalah kapal dagang Belanda yang pertama berlabuh di pelabuhan Banten. Mangkubumi Jayanagara meninggal pada tahun 1602 yang kemudian digantikan oleh adiknya. (Hamka, 1982:85). Tetapi tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 17 November 1602 dia dipecat dari jabatannya karena melakukan hal yang dianggap tidak baik. (Djayadiningrat, 1983:170). Rupanya, karena perpecahan dan iri hati satu sama lain diantara pangeran, maka diputuskannya untuk tidak mengangkat Mangkubumi baru. Untuk itu perwalian diserahkan kepada ibunda sultan yaitu Nyai Gede Wanagiri.
Tidak lama kemudian Nyai Gede Wanagiri menikah dengan seorang bangsawan keluarga istana. Dan atas desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai Mangkubumi. Tapi sayang, Mangkubumi yang baru ini selain tidak mempunyai wibawa, dia juga banyak menerima suap dari pedagang-pedagang asing. Situasi ini sangat merugikan negara dan rakyat pun menderita demikian juga bahaya bangsa asing telah meliputi seluruh Banten.
Keributan-keributan pun sering terjadi akibat ketidak puasan dari sebagian besar pejabat istana. Dan rupanya kejadian ini sudah berlangsung sejak Maulana Muhammad masih hidup. Setelah Sultan meninggal dunia, keributan-keributan pun sering terjadi karena banyaknya pangeran yang mulai bertindak sendiri-sendiri. Diperparah kurang perhatiannya Mangkubumi akan hal itu, karena sibuk mengurus pedagang-pedagang Belanda yang kadang menimbulkan keributan dengan anak negeri, maupun dengan pedagang dari Inggris dan Portugis. Kekacauan ini berlangsung lama, sehingga pada bulan Oktober 1604 terjadilah pertengkaran hebat.
Setelah suami ibu sultan diangkat menjadi Mangkubumi, Beliau mendidik sultan muda dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Hampir setiap saat dan dimana saja sultan muda tidak lepas dari pangkuannya. Hal ini mengundang kecurigaan dan irihati dari beberapa pangeran dan bangsawan lainnya, dan akhirnya timbul aksi penghianatan yang mengakibatkan terbunuhnya Patih Mangkubumi.
Setelah Patih Mangkubumi meninggal dunia, diangkatlah Pangeran Arya Ranamanggala sebagai wali penggantinya. Kejadian terbunuhnya Patih Mangkubumi ini tidak lepas dari terjadinya perang saudara yang dikenal dengan nama Pailir, yaitu perang saudara yang sangat mengerikan yang terjadi di hilir sungai. Atau juga karena banyaknya mayat pemberontak yang dihanyutkan ke sungai. Adapun tahun terjadinya disebut sangsakala Tanpa Guna Tataning Prang atau tahun 1530 Saka atau sekitar tanggal 8 Maret 1608 sampai tanggal 26 Maret 1609. (DJAJADININGRAT,1983:43-46 dan 169-179).

Sumber : Catatan Masa Lalu Banten

Perang Pailir Ke-2

Untuk memancing kemarahan Pangeran Kulon dan supaya membuat jera tentaranya, mayat-mayat pasukan pemberontak dihanyutkan diatas rakit yang terbuat dari batang pisang agar dapat diketahui oleh Pangeran Kulon. Upaya ini berhasil, Pangeran Kulon pun marah dan tanpa perhitungan pada hari berikutnya dikerahkan semua pasukan untuk menyerang istana yang langsung dipimpinnya sendiri.
Pada mulanya pasukan pemberontak dapat mendesak pasukan kerajaan, sehingga meriam induk pasukan yang bernama Ki Jajaka Tuwa dapat direbutnya. Dalam babad diceritakan bahwa dengan menggunakan meriam itu, Pangeran Kulon dapat mematahkan dahan pohon Waringin Kurung yang ada di pinggir istana.
Setelah Pangeran Aria Ranamanggala dan pasukannya membantu, akhirnya pasukan kerajaan dapat memukul mundur pasukan pemberontak. Mereka kembali ke kubunya untuk merencanakan penyerangan berikutnya.
Pada saat yang genting itu, datanglah Pangeran Jayakarta dengan pasukan besarnya ke Banten. Melalui usaha Pangeran Jayakarta inilah akhirnya dapat diadakan perdamaian antara pemberontak dengan istana. Maka perang saudara pun dihentikan. Pangeran Kulon. Pangeran Singaraja, Tubagus Prabangsa dan pimpinan pemberontak lainnya tidak dibunuh atas jaminan Pangeran Jayakarta. Mereka semua dibawa ke Jayakarta sebagai tempat pengasingan selama 4 tahun, dan setelah itu barulah mereka boleh kembali ke Banten. (Dalam kenyataannya, kaum pemberontak ini kembali ke Banten setelah 8 tahun yaitu tahun 1627).
Setelah kejadian itu Banten menjadi aman. Sebagai pengganti Mangkubumi yang meninggal, maka diangkatlah Pangeran Aria Ranamanggala sebagai wali. Kejadian perang saudara ini terjadi menurut sangsakala Tanpa Guna Tataning Prang atau tahun 1530Saka atau sekitar tanggal 8 Maret 1608 sampai tanggal 26 Maret 1609. (Djayadiningrat, 1983: 43-46 dan 169-179).

Sumber : Catatan Masa Lalu Banten

Perang Pailir

Bermula dari kecurigaan dan irihati dari beberapa pangeran dan bangsawan lainnya, timbullah aksi penghianatan. Beberapa bangsawan diantaranya Pangeran Aria Ranamanggala, Pangeran Mandura, Pangeran Kulon, Pangeran Singaraja, Ratu Bagus Kidul, Dipati Yudanagara dan yang lainnya mengadakan pertemuan untuk mengatasi keadaan demikian itu. Dalam pertemuan itu diputuskan untuk segera membunuh Mangkubumi. Tugas itu diserahkan kepada Dipati Yudanagara dengan jaminan dari Pangeran Arya Ranamanggala, Pangeran Mandura, dan juga Kadhi.
Pada suatu ketika, Adipati Yudanagara melakukan pembakaran di dalam istana, sehingga Mangkubumi pun keluar seorang diri tanpa membawa anak didiknya yaitu sultan muda. Kesempatan itu digunakan Yudanagara untuk menyerang Mangkubumi. Dengan menggunakan sebilah tombak, akhirnya Patih Mangkubumi pun dibunuhnya.
Terbunuhnya Mangkubumi membuat sultan muda sangat bersedih, kesedihan ini begitu mendalam dalam hati sultan, sehingga Pangeran Aria Ranamanggala dan Pangeran Upapatih merasa kasihan terhadap kesedihan sultan itu.
Akhirnya bermusyawarahlah Pangeran Aria Ranamanggala, Pangeran Upapatih, Pangeran Mandalika dan beberapa bangsawan penting lainnya untuk membicarakan pembunuhan Mangkubumi. Sedangkan Pangeran Kulon, Pangeran Singaraja, Ratu Bagus Kidul, dan Tubagus Prabangsa tidak mau turut dalam pertemuan itu.
Mendengar adanya musyawarah itu, Adipati Yudanagara cemas kalau-kalau dirinya akan ditangkap dan dihukum mati. Akhirnya Adipati Yudanagara menemui Pangeran Kulon dan menyatakan bahwa dirinya dan kawan-kawannya akan mengangkat Pangeran Kulon menjadi Raja. Hal ini merupakan suatu yang diharap-harapkan oleh Pangeran Kulon. Adanya kekosongan pemerintahan dan kekacauan didalam negeri menghendaki tampilnya seorang raja yang kuat dan bijaksana, Pangeran Kulon merasa dirinyalah yang sedang diharapkan oleh rakyat Banten. Disamping itu juga, Pangeran Kulon adalah cucu dari Maulana Yusuf putra dari Ratu Winaon dengan Pangeran Gabang dari cirebon.
Adapun Sultan Abdul Mufakhir Muhammad Abdul Kadir adalah anak Sultan Muhammad dari seorang selir, karena memang dari permaisuri Sultan tidak berputra. Sedangkan ibu Pangeran Kulon, Ratu Winaon adalah putri sulung Maulana Yusuf dari permaisuri, kakak kandung Maulana Muhammad. Mungkin ini yang mendorong Pangeran Kulon ingin menduduki singgasana Banten, dan merasa dirinya lebih berhak menjadi Sultan dibandingkan dengan Sultan Abdul Kadir. Dan tentunya tekad ini juga mendapat dukungan dari beberapa pangeran dan bangsawan Banten, diantaranya : Rangga Loleta, Adipati Keling, Pangeran Wiramanggala, Singajaya, Syahbandar (baru), Tumenggung Anggabaya dan Panji Jayengtilam. Mereka mendirikan benteng pertahanan di hilir sungai dekat Pabean. Banyak juga rakyat yang simpati terhadap perjuangan mereka, terutama rakyat di daerah Kepalembangan. Diperkirakan pasukan Pangeran Kulon mencapai delapan ribu orang (Djayadiningrat, 1983: 176).
Diantara orang yang tinggal di hilir yang menyatakan tidak mau bergabung dengan pasukan Pangeran Kulon adalah seorang ponggawa bekas Syahbandar yang bernama Ki Wijamanggala. Dia khawatir atas perlakuan yang diterimanya, dia pun berusaha pergi ke daerah Seruni bersama keluarganya. Tapi kemudian dia tertangkap di Pulo Dalapan dan dibunuh oleh Adipati Yudanagara.
Karena dianggapnya tindakan Pangeran Kulon dan pasukannya akan memberontak, maka Pangeran Aria Ranamanggala dan Pangeran Upapatih mengumpulkan pasukan kerajaan untuk menyerang pemberontak. Dilain pihak pada hari yang ditentukan, Pangeran Kulon pun menyiapkan pasukannya. Dengan dipimpin oleh Panji Jayengtilam dan Singajaya serta dibantu 20 orang prajurit terbaiknya melakukan penyerangan ke istana. Diluar pagar benteng kraton Surosowan, pasukan yang dipimpin oleh Senapati Upapatih telah menunggu serangan itu. Maka terjadilah perang saudara yang hebat.
Diiring suara gong pengerah Kiyai Bicak, pasukan kerajaan menyambut serangan pasukan Pangeran Kulon. Sedang Pangeran Aria Ranamanggala dan Sultan Abdul Kadir mengawasi pertempuran itu dari atas perbentengan. Dalam peperangan itu Panji Jayengtilam akhirnya dapat dibunuh oleh Pangeran Upapatih, sedangkan Singajaya gugur ditangan Ki Subuh seorang pembantu Pangeran Upapatih. Atas jasanya itu, Ki Subuh di anugerahi pangkat mentri dengan gelar Jayaprana. Dengan demikian, maka pasukan pemberontak akhirnya mengundurkan diri kembali ke kubunya di hilir sungai.


Selanjutnya baca disini...

Pertengkaran Hebat

Karena kurangnya perhatian Mangkubumi atas kekacauan yang terjadi dan peraturan-peraturan yang tidak sejalan dengan para pangeran-pangeran yang berkuasa, maka terjadilah pertentangan antar pangeran yang berlangsung lama dan berkepanjangan.
Sehingga pada Bulan Oktober 1604 terjadilah pertengkaran hebat. Peristiwa ini bermula dari tindakan Pangeran Mandalika (putra dari Maulana Yusuf) menyita sebuah Jung dari Johor. Patih Mangkubumi memerintahkan supaya pangeran Mandalika melepaskannya, tetapi perintah itu tidak dipatuhi oleh pangeran Mandalika. Karena takut pasukan kerajaan diperintah untuk menangkapnya, pangeran Mandalika bergabung dengan pangeran-pangeran lainnya. Mereka membuat kubu pertahanan sendiri di luar kota. Makin lama kekuatan dan jumlah mereka pun semakin banyak dan kuat, sehingga sangat mengkhawatirkan pemangku kuasa. Terlebih banyaknya rakyat yang simpati dengan tindakan mereka.
Pada bulan Juli 1605 datanglah Pangeran Jayakarta ke Banten untuk menghadiri perayaan khitanan Sultan Muda. Rombongan dari Jayakarta ini terdiri dari beberapa pembesar negeri dengan pasukan yang kuat.
Kehadiran Pangeran Jayakarta dengan pasukannya ini diminta oleh Mangkubumi supaya ikut membantu menumpas para pemberontak. Pangeran Jayakarta pun bersedia atas permintaan Mangkubumi tersebut. Dengan bantuan orang Inggris, pasukan Pangeran Jayakarta memulai penyerangan. Orang Inggris menembaki dari kejauhan, sedangkan pasukan Pangeran Jayakarta menerobos langsung ke kuat pemberontak. Akibat pertempuran itu, akhirnya pasukan pemberontak pun dapat dipukul mundur dan kemudian diadakan perjanjian damai. Pemimpin-pemimpin pemberontak beserta pasukannya diharuskan meninggalkan Banten dalam waktu selambat-lambatnya 6 hari dan hanya diikuti oleh 30 orang anggota keluarganya. (DJAJADININGRAT,1983: 171-172).
Diusirnya biang kerusuhan ini, keadaan Banten tidaklah makin membaik, bahkan sebaliknya suasana semakin tegang. Puncak kerusuhan terjadi pada bulan Juli 1608. Pertentangan sudah demikian hebatnya, masing-masing kelompok berusaha mempersenjatai diri. Perniagaan Banten terhenti karena masing-masing pangeran berusaha memperoleh dana untuk persenjataan dengan segala cara, diantaranya dengan merampok pedagang asing atau lokal.
Pada tanggal 23 Agustus 1608, Syahbandar dan sekretarisnya dibunuh oleh perusuh. Tidak lama kemudian pada tanggal 23 Oktober 1608, Patih Mangkubumi dibunuhnya pula. Peristiwa inilah yang mempercepat terjadinya kerusuhan besar di Banten yang dikenal dengan peristiwa Pailir.