Gambar ilustrasi
Prabu Surawisesa: Raja Pajajaran yang Memperkuat Pertahanan Sunda
Sejarah raja-raja Sunda dan Galuh
Prabu Surawisesa adalah salah satu raja besar dari Kerajaan Sunda Pajajaran yang memerintah di awal abad ke-16. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang kuat dan gigih dalam mempertahankan kerajaannya di tengah berbagai ancaman politik dan militer dari luar. Masa pemerintahannya menjadi masa yang penting dalam sejarah Nusantara, terutama karena usaha diplomatik dan perlawanan terhadap ancaman dari kekuatan asing.
Latar Belakang dan Garis Keturunan
Prabu Surawisesa lahir dengan nama Ratu Sanghyang.
Ia merupakan putra mahkota dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), raja Pajajaran yang terkenal karena kebijaksanaannya dan kejayaannya. Ibu kandungnya adalah Subanglarang, seorang permaisuri yang membawa pengaruh Islam ke lingkungan istana.
Sejak kecil, Surawisesa sudah dipersiapkan untuk menjadi raja.
Ia belajar mengenai ilmu pemerintahan, strategi militer, serta adat istiadat Sunda.
Masa Pemerintahan
Prabu Surawisesa menjadi raja pada tahun 1521 M setelah kematiannya ayahnya, Sri Baduga Maharaja.
Gelar lengkapnya adalah Prabu Surawisesa Jayaperkosa atau Sang Ratu Sanghyang. Ia memerintah dari tahun 1521 hingga 1535 M.
Berbeda dengan masa pemerintahan ayahnya yang cenderung damai, masa kepemimpinan Surawisesa diwarnai oleh berbagai konflik.
Pajajaran menghadapi ancaman dari berbagai kerajaan Islam di pesisir seperti Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak, yang semakin kuat pengaruhnya di Pulau Jawa.
Diplomasi dan Hubungan dengan Portugis
Salah satu langkah penting yang dilakukan Prabu Surawisesa adalah menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa Portugis.
Pada tahun 1522 M, ia menandatangani perjanjian dengan Portugis di Sunda Kelapa. Perjanjian tersebut memberi hak kepada bangsa Portugis untuk membangun benteng di Sunda Kelapa sebagai imbalan bantuan militer dalam menghadapi ancaman dari Cirebon dan Demak.
Namun, perjanjian ini tidak sempurna terwujud karena Kesultanan Demak, yang dipimpin oleh Fatahillah, berhasil merebut Sunda Kelapa pada tahun 1527 M. Dengan demikian, pelabuhan penting Pajajaran jatuh ke tangan Demak dan dikenal dengan nama Jayakarta (yang menjadi cikal bakal Jakarta).
Perang dan Pertahanan
Prabu Surawisesa dikenal sebagai seorang raja yang kuat dan berani.
Sejarawan mencatat bahwa selama 14 tahun pemerintahannya, ia terlibat dalam sebanyak 15 kali perang untuk mempertahankan wilayah Pajajaran. Meskipun Pajajaran mengalami kehilangan beberapa daerah pesisir, Surawisesa berhasil mempertahankan inti kekuasaan kerajaan di pedalaman, termasuk ibu kota Pakuan Pajajaran (sekarang sekitar wilayah Bogor).
Akhir Pemerintahan
Prabu Surawisesa wafat pada tahun 1535 M. Setelah kematiannya, Pajajaran mengalami masa sulit dan secara perlahan kehilangan pengaruhnya di wilayah Jawa Barat.
Akan tetapi, keteguhan Surawisesa dalam mempertahankan kerajaannya membuatnya menjadi sosok raja yang tetap dihormati dalam sejarah Sunda.
---
Warisan Sejarah
Prabu Surawisesa dikenang sebagai seorang raja yang berusaha dengan gigih untuk mempertahankan kejayaan yang ditinggalkan oleh ayahnya.
Ia juga tercatat dalam beberapa naskah kuno Sunda, seperti Carita Parahyangan dan Prasasti Batutulis, yang dibuat untuk mengenang jasa ayahnya, Sri Baduga Maharaja.
Warisan perjuangannya mengingatkan kita akan masa peralihan penting di Nusantara, saat pengaruh kerajaan-kerajaan Islam di pesisir mulai menggeser kekuatan kerajaan Hindu-Buddha yang terletak di pedalaman Jawa.
---
Kesimpulan
Prabu Surawisesa adalah tokoh penting dalam sejarah Pajajaran dan Sunda.
Kepemimpinannya yang penuh tantangan menunjukkan kemampuan dalam diplomasi serta semangat berperang yang tinggi. Meskipun kerajaannya mengalami kemunduran setelah kehilangan pelabuhan strategis, nama Prabu Surawisesa tetap diingat sebagai simbol perlawanan dan keteguhan kerajaan Sunda di tengah perubahan besar dalam sejarah Nusantara.