Minggu, Februari 13, 2011

Masjid Agung Demak

Ingin
mengunjungi masjid tertua di pulau
Jawa? Pergi saja ke Desa Kauman,
Demak, Jawa Tengah. Masjid yang
dibangun Wali Songo sekitar abad
ke-15 ini menjadi pusat aktivitas
agama Islam pada zaman itu.
Di tempat ini dulunya para wali
beribadah, berdiskusi, dan
mengajarkan pokok-pokok
kehidupan Islam serta menyebarkan
agama Islam hingga ke pulau
seberang. Masjid yang kemudian
dikenal dengan nama Masjid Agung
Demak ini merupakan cikal bakal
berdirinya kerajaan Glagahwangi
Bintoro Demak yang dipimpin oleh
Raden Fatah.
Masjid ini dibangun tahun 1466 dan
dinamakan Masjid Pesantren
Glagahwangi dibawah asuhan
Sunan Ampel. Lalu pada tahun
1477, masjid ini direhabilitasi dan
diperluas menjadi Masjid Kadipaten
Glagahwangi. Kemudian di tahun
1479, masjid ini kembali dipugar
dan direnovasi menjadi masjid
Kesultanan Bintoro Demak. Entah
kapan masjid ini kemudian berganti
nama menjadi Masjid Agung Demak
yang namanya melekat hingga kini.
Masjid tua ini memiliki struktur
bangunan dengan nilai historis yang
tinggi, dengan seni bangun
arsitektur tradisional khas Indonesia.
Wujudnya megah, anggun, indah,
karismatik, memesona, dan
berwibawa. Atapnya berbentuk
limas piramida, bertingkat tiga
susun, mirip bangunan kayu
peninggalan Hindu dan Budha. Tiga
susun atap ini dimaknai para wali
sebagai aqidah Islamiyah yang
terdiri dari Iman, Islam, dan Ihsan.
Bangunan puncak dimaknai sebagai
kekuasaan tertinggi hanyalah milik
Allah.
Uniknya, masjid yang sekilas
tampak seperti kerucut raksasa itu
ternyata terdiri dari tiga lantai. Lantai
utama merupakan altar masjid yang
tiap hari digunakan jama'ah untuk
kegiatan rutin keagamaan, lantai
kedua merupakan rangka eternit
yang lantainya dibuat dari kayu jati
asli sejak zaman para wali. Lantai
ketiga adalah puncak kubus yang
menjadi penyangga kubah, dengan
ruangan berukuran 6 x 6 meter2.
Sayangnya, tidak semua orang
boleh naik hingga lantai dua dan
tiga. Kedua lantai ini memang
tertutup untuk umum, demi
kepentingan perawatan dan
keamanan bangunan yang usianya
sudah sangat tua tersebut.
Bangunan di bawahnya berdinding
segi empat dengan empat soko
guru sebagai pertanda bahwa para
wali merupakan penganut mazhab
4, salah satunya Mazhab Imam
Syafi'i. Uniknya, konon masing-
masing soko guru dengan tinggi
1.630 cm ini dipancangkan ke empat
penjuru mata angin oleh para wali
sendiri, dengan bagian Barat Laut
didirikan Sunang Bonang, Barat
Daya oleh Sunan Gunung Jati,
bagian Tenggara buatan Sunan
Ampel, dan yang di Timur Laut
karya Sunan Kalijaga. Masyarakat
menyebut tiang buatan Sunan
Kalijaga sebagai Soko Tatal.
Pada serambi terdapat bangunan
terbuka. Atapnya berbentuk limas
yang ditopang delapan tiang yang
disebut Saka Majapahit, yang
merupakan benda purbakala hadiah
dari Prabu Brawijaya V. Di dekatnya
terdapat pintu masjid tergambar
petir yang dinamakan 'Pintu Bledeg'
bertuliskan 'Condro Sengkolo' yang
berbunyi 'Nogo Mulat Saliro Wani'
yang bermakna tahun 1388 Saka
atau 1466 M. Pada dinding depan
masjid menempel 66 keramik
berwarna biru dan putih, konon
merupakan peninggalan kerajaan
Champa yang dicuri dari kerajaan
Majapahit.
Di dalam masjid terdapat mihrab
dengan prasasti bergambar bulus,
yang merupakan prasasti 'Condro
Sengkolo'. Prasasti ini memiliki arti
'Sariro Sunyi Kiblating Gusti',
bermakna tahun 1401 Saka atau
1479 M, merupakan warisan dari
zaman Majapahit yang disebut
Dampar Kencono.
Sedangkan bangunan yang
dikhususkan bagi wanita untuk salat
berjama'ah dinamakan Pawestren.
Dibuat menggunakan konstruksi
kayu jati dengan bentuk atap limas
dari sirap kayu jati. Bangunan ini
ditopang delapan tiang penyangga.
Empat di antaranya berhias ukiran
motif Majapahit, dibuat zaman
KRMA Arya Purbaningrat sekitar
tahun 1866 M.
Begitu tingginya nilai historis dan
arkeologis Masjid Agung Demak,
maka para ahli yang tergabung
dalam International Comission for
the Preservation of Islamic Cultural
Heritage yang meninjau masjid
tersebut di tahun 1984 mengatakan
bahwa Masjid Agung Demak
merupakan salah satu di antara
bangunan-bangunan Islam penting
di Asia Tenggara dan dunia Islam
pada umumnya. (esthi) – foto:
ermita soenarto
Tips Mengunjungi Masjid Agung
Demak
Mengunjungi masjid pada saat-saat
tertentu, seperti saat Grebeg Besar
serta Ramadhan akan membawa
pengalaman tersendiri. Saat Grebeg
Besar biasanya dilaksanakan
selamatan tumpeng songo dengan
berbagai ritual tradisi masyarakat
Demak di halaman masjid.
Saat-saat ini juga diselenggarakan
pesta rakyat serta pasar malam
yang menarik ribuan wisatawan.
Pada saat Ramadan, banyak santri
yang berbondong-bondong dari
berbagai daerah untuk mengikuti
salat tarawih dan salat Jumat.
Mereka datang dengan atribut yang
beragam mewarnai aktivitas di
masjid tua tersebut.
Tempat Wisata Lain
Kompleks Makam Raja-raja Di
Sebelah Utara Masjid
Di sini terdapat makam antara lain,
Sultan Demak I (Raden Fatah)
beserta keluarga, Sultan Demak III
(Raden Trenggono) beserta
keluarga, Pangeran Raden Arya
Penangsang, serta makam Syekh
Maulana Maghribi.
Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu
Pantai Morosari di Kecamatan
Sayung yang konon mirip dengan
Pantai Jimbaran, Bali. Hanya berjarak
sekitar 26 km dari Semarang,
sehingga bisa mengunjungi tempat
wisata lain di Semarang, seperti
Lawang Sewu, Museum
Ronggowarsito, Museum Mandala
Bakti, Gua Kreo, dan sebagainya.
Hanya berjarak sekitar 35 km dari
Kabupaten Jepara tempat pusat
ukiran kayu yang sangat terkenal.
Hotel
Di Kota Demak hanya tersedia hotel-
hotel kelas melati, seperti Hotel
Sederhana dan Hotel Wijaya
Kusuma. Hotel berbintang dengan
fasilitas yang lebih lengkap dapat
ditemui di Semarang, antara lain:
Ciputra Hotel
Graha Santika Hotel
Grand Candi Hotel
Hotel Ibis
Novotel Hotel
Patra Hotel

(Wisata Religi ini merupakan
kerjasama dengan
www.alifmagz.com)

gst : detikRamadan, detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar