Artikel Unggulan

Kerajaan Galuh Kawasen, Cikal Bakal Galuh Purba di Ciamis

 

                                           Gambar ilustrasi

Kerajaan Galuh Kawasen adalah salah satu kerajaan tertua yang pernah ada di wilayah Sunda, dan berdiri di daerah Kawasen, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis Selatan. Kerajaan ini didirikan oleh seorang raja bernama Prabu Wretikandayun sekitar abad ke-7 Masehi, dan menjadi awal mula berdirinya Kerajaan Galuh. Selanjutnya, Kerajaan Galuh berkembang menjadi bagian dari Kerajaan Pajajaran.

Nama “Galuhdalam bahasa Sunda memiliki makna yang berarti permata atau kemuliaan, sedangkan nama “Kawasen” atau "Kawasa" bisa juga "Kakuwasaan" memiliki arti Kekuatan, Kekuasaan, Hak, atau Wewenangmerujuk juga pada nama lokasi awal berdirinya kerajaan tersebut, yaitu nama desa di Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis di dataran yang subur di wilayah selatan Ciamis.

Menurut catatan sejarah dan adat istiadat masyarakat setempat, Kawasen di Banjarsari diyakini sebagai lokasi awal berdirinya Kerajaan Galuh Purba, sebelum pusat pemerintahan pindah ke Bojong Galuh (Karangkamulyan). Wilayah ini dipilih karena kondisi alamnya yang sangat strategis, terletak di antara perbukitan, sungai, dan lahan pertanian yang subur. Banyak ahli dan peneliti sejarah lokal, seperti H. Oman Abdurahman dan komunitas Galuh Pakuan Foundation, mengatakan bahwa nama tempat dan situs sejarah kuno di Kawasen Banjarsari menunjukkan adanya pusat kekuasaan kuno yang sesuai dengan ciri-ciri kerajaan pada masa itu.

Raja pertama dari Kerajaan Galuh Kawasen adalah Prabu Wretikandayun, yang merupakan keturunan dari Ratu Mahendra Warman dari Kerajaan Kendan (Garut). Setelah memutus hubungan dengan pengaruh Kerajaan Tarumanegara yang saat itu berpusat di Pakuan (Bogor), Prabu Wretikandayun mendirikan pemerintahan baru di daerah Kawasen. Ia dianggap sebagai seorang raja yang bijaksana dan memiliki wawasan luas, serta berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai kerajaan di Nusantara, termasuk Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah.

Masyarakat Galuh Kawasen hidup selaras dengan alam sekitar mereka. Kehidupan mereka bergantung pada pertanian, perdagangan, dan perikanan yang dilakukan di sekitar sungai-sungai kecil di daerah Banjarsari. Sistem sosial mereka masih mengacu pada pemerintahan berbasis keluarga kerajaan atau kadatuan, dengan nilai-nilai kebersamaan dan kearifan lokal yang sangat tinggi. Secara spiritual, masyarakat Galuh Kawasen memeluk ajaran Sunda Wiwitan, yaitu agama tradisional asli Sunda yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Hyang Tunggal. Meski pengaruh agama Hindu dan Buddha mulai masuk, nilai-nilai kepercayaan Sunda asli tetap menjadi dasar dalam kehidupan mereka.

Setelah beberapa generasi memimpin, pusat kerajaan dipindahkan dari Kawasen, yang sekarang dikenal sebagai Banjarsari, ke Bojong Galuh, yaitu daerah Karangkamulyan

Pemindahan ini bertujuan untuk memperluas wilayah pengaruh ke arah utara dan memperkuat pertahanan kerajaan. Dari lokasi baru inilah, Kerajaan Galuh berkembang pesat dan akhirnya berperan penting dalam pembentukan Kerajaan Pajajaran, sebuah kerajaan besar yang menjadi simbol kejayaan bangsa Sunda pada masa klasik.

Wilayah Kawasen – Banjarsari hingga saat ini masih menyimpan berbagai jejak sejarah dan petilasan yang terkait dengan masa Kerajaan Galuh Purba, di antaranya:


- Petilasan Kawasen, yang diyakini sebagai tempat pemerintahan awal Raja Wretikandayun.

- Banyaknya situs batu kuno dan tanah bertingkat yang diduga merupakan bekas fondasi bangunan istana atau tempat pelaksanaan ritual.

- Gunung Geger Bentang dan Gunung Susuru, yang secara spiritual dianggap memiliki hubungan erat dengan masa awal Kerajaan Galuh.

Banyak tokoh budaya serta masyarakat lokal masih menjaga tradisi berkunjung ziarah dan mengambil berkah di area tersebut setiap tahun, sebagai bentuk penghormatan terhadap para leluhur Galuh.

Kerajaan Galuh Kawasen menjadi dasar dari identitas budaya Sunda Timur. Dari wilayah ini muncul nilai-nilai yang sangat tinggi, seperti: Silih asih, silih asah, silih asuh (saling mencintai, saling mengajarkan, dan saling melindungi)

Gunung kaian, gawir awian (alam bukan hanya untuk digunakam, tetapi harus dijagahutan tidak boleh ditebang sembarangan dan tebing harus ditanami bambu untuk mencegah erosi)

Wani dina bener, sieun dina salah (berani dalam kebenaran dan takut melakukan kesalahan) Nilai-nilai tersebut masih terasa kuat di masyarakat Ciamis dan sekitarnya hingga saat ini.

Kerajaan Galuh Kawasen di Banjarsari, Ciamis merupakan awal terbentuknya kerajaan besar Galuh yang kemudian berkembang menjadi Pajajaran. Sebagai pusat peradaban awal, Kawasen memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi bagi masyarakat Sunda. Melestarikan situs dan tradisi di sana berarti menjaga akar kebangsaan dan kebudayaan Sunda yang telah berusia lebih dari seribu tahun.