Kamis, Maret 03, 2011

Perang Pailir

Bermula dari kecurigaan dan irihati dari beberapa pangeran dan bangsawan lainnya, timbullah aksi penghianatan. Beberapa bangsawan diantaranya Pangeran Aria Ranamanggala, Pangeran Mandura, Pangeran Kulon, Pangeran Singaraja, Ratu Bagus Kidul, Dipati Yudanagara dan yang lainnya mengadakan pertemuan untuk mengatasi keadaan demikian itu. Dalam pertemuan itu diputuskan untuk segera membunuh Mangkubumi. Tugas itu diserahkan kepada Dipati Yudanagara dengan jaminan dari Pangeran Arya Ranamanggala, Pangeran Mandura, dan juga Kadhi.
Pada suatu ketika, Adipati Yudanagara melakukan pembakaran di dalam istana, sehingga Mangkubumi pun keluar seorang diri tanpa membawa anak didiknya yaitu sultan muda. Kesempatan itu digunakan Yudanagara untuk menyerang Mangkubumi. Dengan menggunakan sebilah tombak, akhirnya Patih Mangkubumi pun dibunuhnya.
Terbunuhnya Mangkubumi membuat sultan muda sangat bersedih, kesedihan ini begitu mendalam dalam hati sultan, sehingga Pangeran Aria Ranamanggala dan Pangeran Upapatih merasa kasihan terhadap kesedihan sultan itu.
Akhirnya bermusyawarahlah Pangeran Aria Ranamanggala, Pangeran Upapatih, Pangeran Mandalika dan beberapa bangsawan penting lainnya untuk membicarakan pembunuhan Mangkubumi. Sedangkan Pangeran Kulon, Pangeran Singaraja, Ratu Bagus Kidul, dan Tubagus Prabangsa tidak mau turut dalam pertemuan itu.
Mendengar adanya musyawarah itu, Adipati Yudanagara cemas kalau-kalau dirinya akan ditangkap dan dihukum mati. Akhirnya Adipati Yudanagara menemui Pangeran Kulon dan menyatakan bahwa dirinya dan kawan-kawannya akan mengangkat Pangeran Kulon menjadi Raja. Hal ini merupakan suatu yang diharap-harapkan oleh Pangeran Kulon. Adanya kekosongan pemerintahan dan kekacauan didalam negeri menghendaki tampilnya seorang raja yang kuat dan bijaksana, Pangeran Kulon merasa dirinyalah yang sedang diharapkan oleh rakyat Banten. Disamping itu juga, Pangeran Kulon adalah cucu dari Maulana Yusuf putra dari Ratu Winaon dengan Pangeran Gabang dari cirebon.
Adapun Sultan Abdul Mufakhir Muhammad Abdul Kadir adalah anak Sultan Muhammad dari seorang selir, karena memang dari permaisuri Sultan tidak berputra. Sedangkan ibu Pangeran Kulon, Ratu Winaon adalah putri sulung Maulana Yusuf dari permaisuri, kakak kandung Maulana Muhammad. Mungkin ini yang mendorong Pangeran Kulon ingin menduduki singgasana Banten, dan merasa dirinya lebih berhak menjadi Sultan dibandingkan dengan Sultan Abdul Kadir. Dan tentunya tekad ini juga mendapat dukungan dari beberapa pangeran dan bangsawan Banten, diantaranya : Rangga Loleta, Adipati Keling, Pangeran Wiramanggala, Singajaya, Syahbandar (baru), Tumenggung Anggabaya dan Panji Jayengtilam. Mereka mendirikan benteng pertahanan di hilir sungai dekat Pabean. Banyak juga rakyat yang simpati terhadap perjuangan mereka, terutama rakyat di daerah Kepalembangan. Diperkirakan pasukan Pangeran Kulon mencapai delapan ribu orang (Djayadiningrat, 1983: 176).
Diantara orang yang tinggal di hilir yang menyatakan tidak mau bergabung dengan pasukan Pangeran Kulon adalah seorang ponggawa bekas Syahbandar yang bernama Ki Wijamanggala. Dia khawatir atas perlakuan yang diterimanya, dia pun berusaha pergi ke daerah Seruni bersama keluarganya. Tapi kemudian dia tertangkap di Pulo Dalapan dan dibunuh oleh Adipati Yudanagara.
Karena dianggapnya tindakan Pangeran Kulon dan pasukannya akan memberontak, maka Pangeran Aria Ranamanggala dan Pangeran Upapatih mengumpulkan pasukan kerajaan untuk menyerang pemberontak. Dilain pihak pada hari yang ditentukan, Pangeran Kulon pun menyiapkan pasukannya. Dengan dipimpin oleh Panji Jayengtilam dan Singajaya serta dibantu 20 orang prajurit terbaiknya melakukan penyerangan ke istana. Diluar pagar benteng kraton Surosowan, pasukan yang dipimpin oleh Senapati Upapatih telah menunggu serangan itu. Maka terjadilah perang saudara yang hebat.
Diiring suara gong pengerah Kiyai Bicak, pasukan kerajaan menyambut serangan pasukan Pangeran Kulon. Sedang Pangeran Aria Ranamanggala dan Sultan Abdul Kadir mengawasi pertempuran itu dari atas perbentengan. Dalam peperangan itu Panji Jayengtilam akhirnya dapat dibunuh oleh Pangeran Upapatih, sedangkan Singajaya gugur ditangan Ki Subuh seorang pembantu Pangeran Upapatih. Atas jasanya itu, Ki Subuh di anugerahi pangkat mentri dengan gelar Jayaprana. Dengan demikian, maka pasukan pemberontak akhirnya mengundurkan diri kembali ke kubunya di hilir sungai.


Selanjutnya baca disini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar